MAKALAH
Tugas Mata Kuliah
TAOISME DAN
KONFUSIANISME
Oleh:
M. Bahrul Ulum
Novi Handayani
Laila Nihayati
Abdul Malik
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Pendahuluan
KabarIndonesia -
Sabtu, 27 Januari 1979 bak hari kelam bagi umat Konghucu. Sebuah
kabar buruk muncul pada sidang kabinet yang berlangsung hari itu;
Konghucu bukan agama. Siar ini, diterima atau tidak ketika itu,
telah menempatkan status Konghucu di Indonesia ke posisi abu-abu. Tak
jelas. Padahal secara de jure, saat itu masih ada sejumlah peraturan
perundang-undangan yang saling bertentangan menyangkut nasib
Konghucu.
Peraturan yang lebih
tinggi yakni Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1969 mengakui ada enam
agama di Indonesia; Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu. UU ini mengatur sama persis dengan Penetapan
Presiden Nomor 1.Pn.Ps. Tahun 1965 yang mengakui enam agama. Kedua
peraturan ini semakin dikuatkan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yang menyaratkan perkawinan sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.
- Sejarah agama Konghucu di Indonesia
KabarIndonesia -
Sabtu, 27 Januari 1979 bak hari kelam bagi umat Konghucu. Sebuah
kabar buruk muncul pada sidang kabinet yang berlangsung hari itu;
Konghucu bukan agama. Siar ini, diterima atau tidak ketika itu,
telah menempatkan status Konghucu di Indonesia ke posisi abu-abu. Tak
jelas. Padahal secara de jure, saat itu masih ada sejumlah peraturan
perundang-undangan yang saling bertentangan menyangkut nasib
Konghucu.
Peraturan yang lebih
tinggi yakni Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1969 mengakui ada enam
agama di Indonesia; Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu. UU ini mengatur sama persis dengan Penetapan
Presiden Nomor 1.Pn.Ps. Tahun 1965 yang mengakui enam agama. Kedua
peraturan ini semakin dikuatkan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yang menyaratkan perkawinan sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.
Tapi, tiba-tiba saja
muncul Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor
477/74054/BA.01.2/4683/95, tanggal 18 November 1978, yang menyatakan
hanya ada lima agama di Indonesia; Islam, Kristen Protestan, Kristen
Katolik, Hindu, dan Buddha. Padahal, saat SE ini diterbitkan, UU
Nomor 5 Tahun 1969 dan Penetapan Presiden Nomor 1.Pn.Ps. Tahun1965
belum
dicabut.
"Perjalanan
kelam tentang keberadaan Konghucu di Indonesia belum banyak diketahui
generasi sekarang. Tapi waktu juga yang akhirnya berbicara untuk
meluruskan lagi kenyataan yang ada," terang Ketua Presidium
Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Candra Setiawan.
Ironisnya lagi, 12
tahun kemudian pemerintah melalui Mendagri kembali menerbitkan surat
serupa bernomor 77/2535/POUD, tanggal 25 Juli 1990. Pada 28 November
1995, keluar juga Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi Jawa Timur No. 683/95 yang menyatakan bahwa hanya lima agama
yang diakui di Indonesia: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,
Hindu, dan Buddha.
Namun menariknya, seperti dikatakan Sekretaris Umum Matakin, Uung Sendana, meski peraturan itu merupakan bentuk persekusi atau penindasan terhadap umat Konghucu, Matakin sama sekali tak dibubarkan oleh pemerintah. "Matakin berhasil bertahan hidup sepanjang 32 tahun kekuasaan Soeharto. Hanya roda organisasi tersekat seperti pepatah hidup segan mati tak mau," terangnya.
Namun menariknya, seperti dikatakan Sekretaris Umum Matakin, Uung Sendana, meski peraturan itu merupakan bentuk persekusi atau penindasan terhadap umat Konghucu, Matakin sama sekali tak dibubarkan oleh pemerintah. "Matakin berhasil bertahan hidup sepanjang 32 tahun kekuasaan Soeharto. Hanya roda organisasi tersekat seperti pepatah hidup segan mati tak mau," terangnya.
Kisah kelam selama
lebih dari tiga dasawarsa ini baru berakhir di masa pemerintahan
Abdurrachman Wahid. Di era kekuasaannya yang singkat, Presiden Gus
Dur membuat terobosan dengan mencabut Instruksi Presiden Nomor 14
Tahun 1967 yang melarang segala aktivitas berbau Tionghoa dan SE
Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054/BA.01.2/4683/95. Tindakan
ini memberi pesan bahwa, "Tak ada lagi istilah agama yang diakui
dan tak diakui pemerintah. Juga tak ada lagi pengakuan negara
terhadap agama. Umat Konghucu dan orang-orang Tionghoa non-Khonghucu
bisa bebas berekspresi. Termasuk Matakin yang langsung berbenah diri
memulihkan eksistensinya untuk berdiri sejajar dengan agama lainnya
di Indonesia," terang Uung.
Pada Oktober 2007,
kebebasan beragama umat Konghucu ini semakin jelas dan tegas dengan
keluarnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Perihal pendidikan agama
Konghucu di jalur sekolah formal, nonformal, dan informal diatur pada
Pasal 45. Sementara untuk jalur tenaga pendidiknya diatur oleh Pasal
47 PP tersebut.1
- Pro Kontra Agama Konghucu
Pihak yang pro agar
Konghucu diakui sebagai agama, menuduh bahwa para penentangnya
mempunyai motif tertentu, seputar pengikut (umat) dan materi
semata-mata. Semakin banyak pengikut, maka akan semakin banyak pula
dana yang dapat dihimpun. Mereka melihatnya dari kenyataan di
lapangan, di mana banyak tokoh- tokoh agama tertentu yang agresif
dalam "menyelamatkan" umat manusia; khususnya orang
Tionghoa, dari "kuasa kegelapan". Untuk mudahnya sebut saja
agama XY, agama X dari sekte Y.
Kalau Konghucu
diakui sebagai agama resmi di Indonesia, berarti kedudukan agama
Konghucu dengan agama XY sederajat. Dengan demikian, tokoh-tokoh
agama XY tidak bisa lagi "menyelamatkan" orang
Tionghoa
dari "kuasa kegelapan", yang berarti kehilangan calon pengikut yang potensial. Kalau ini tetap dilakukan, berarti tokoh agama XY telah melanggar etika kerukunan beragama, dan telah melakukan intervensi ke agama lain.Mereka juga mencurigai motif materi dalam kasus ini, mengingat banyak orang Tionghoa yang potensial sebagai "resources fund", sehingga, jika suatu kelompok bisa merangkul orang Tionghoa berarti suatu advanted bagi kelompok tersebut. Oleh karena itu, tidak heran kalau banyak pihak yang menentang Konghucu diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
dari "kuasa kegelapan", yang berarti kehilangan calon pengikut yang potensial. Kalau ini tetap dilakukan, berarti tokoh agama XY telah melanggar etika kerukunan beragama, dan telah melakukan intervensi ke agama lain.Mereka juga mencurigai motif materi dalam kasus ini, mengingat banyak orang Tionghoa yang potensial sebagai "resources fund", sehingga, jika suatu kelompok bisa merangkul orang Tionghoa berarti suatu advanted bagi kelompok tersebut. Oleh karena itu, tidak heran kalau banyak pihak yang menentang Konghucu diakui sebagai agama resmi di Indonesia.
Argumentasi lain
yang berkembang adalah, di dalam kelima agama yang diakui di
Indonesia, di dalam kelompok agamanya sendiri, secara internal mereka
selalu menjelekkan agama lain. Selain itu, masing- masing agama juga
terpecah-pecah dalam berbagai sekte di mana masing- masing mengklaim
kelompoknya yang paling benar. Bahkan tidak jarang ada sekte yang
menuduh sekte lain murtad. Oleh karena itu, dengan egoisme kelompok
seperti ini, bagaimana mungkin mereka setuju Konghucu diakui sebagai
agama resmi.
Mereka juga
mentertawakan kontroversi ini, karena kenyataannya, Matakin, sebagai
majelis tinggi agama Konghucu, diakui keberadaannya di Indonesia.
Kalau Matakin tidak diakui, kenapa Matakin sering diundang dalam
dialog antar umat beragama. Kalau Matakin diakui, kenapa agama
Konghucu yang diwakilinya tidak diakui? Beberapa pejabat tinggi
negara juga bersedia datang untuk menghadiri perayaan Imlek yang
dikoordinir oleh Matakin. Ada pula yang beranggapan bahwa diakui atau
tidak, tidak ada orang yang bisa melarang seseorang untuk memeluk
agama Konghucu, dan secara umum tidak ada UU yang bisa melarang atau
memaksa orang untuk memeluk suatu agama tertentu. Agama adalah urusan
pribadi setiap manusia, bukan urusan pemerintah atau orang lain.
Kelompok Kontra
Konghucu
Sebaliknya pihak
yang kontra juga mengemukakan berbagai argumentasi. Pertama adalah
argumentasi yang berkembang dari ajaran monotheisme yang menyatakan,
bahwa agama adalah wahyu dari Tuhan yang diturunkan
melalui Nabinya yang tercatat di Kitab Suci masing-masing. Sedangkan Nabi adalah utusan Tuhan. Karena Konghucu orang biasa, bukan Nabi yang tercatat dalam Kitab Suci ajaran monotheisme, maka Konghucu tidak bisa diakui sebagai agama.
melalui Nabinya yang tercatat di Kitab Suci masing-masing. Sedangkan Nabi adalah utusan Tuhan. Karena Konghucu orang biasa, bukan Nabi yang tercatat dalam Kitab Suci ajaran monotheisme, maka Konghucu tidak bisa diakui sebagai agama.
Argumentasi ini pada
dasarnya pertentangan antara ajaran monotheisme dengan polytheisme.
Argumentasi ini juga dapat mengundang perdebatan yang tiada berakhir,
karena kenyatannya ada Nabi dari agama monotheisme yang satu yang
tidak diakui oleh agama lain, bahkan lebih jauh lagi ada agama yang
secara internal tidak mengakui agama lain.Diyakini oleh berbagai
pihak, pertentangan terhadap pengakuan Konghucu pada dasarnya adalah
argumentasi di atas, namun banyak orang yang tidak mau secara terbuka
mengemukakan argumentasi tersebut.
Padahal kalau argumentasi ini yang dipakai, maka agama Buddha yang diakui sebagai agama resmi di Indonesia juga akan terkena dampaknya
Padahal kalau argumentasi ini yang dipakai, maka agama Buddha yang diakui sebagai agama resmi di Indonesia juga akan terkena dampaknya
Argumentasi lain
menyatakan bahwa Konghucu adalah suatu ajaran filosofi, bukan agama.
Dikatakan, secara filosofi ajaran Konghucu adalah milik semua orang
Tionghoa tanpa melihat agamanya. Pernyataan tersebut jelas dapat
berkembang ke segala arah dan akan mengundang perdebatan yang tiada
akhirnya, karena dibalik ucapan tersebut tersirat arti bahwa orang
non-Tionghoa tidak tersentuh oleh ajaran Konghucu.
Kalau argumentasi
ini yang dipakai, agama Buddha juga akan terkena dampaknya, karena
ada kelompok masyarakat yang menganggap bahwa agama Buddha juga bukan
agama, hanya ajaran filsafat. Padahal banyak negara
di dunia yang mengakui agama Buddha, sehingga kedua argumentasi tersebut akan menimbulkan masalah dengan negara lain.
di dunia yang mengakui agama Buddha, sehingga kedua argumentasi tersebut akan menimbulkan masalah dengan negara lain.
Pandangan Kelompok
Netral.
Bagi mereka yang
pernah mempelajari Ilmu Perbandingan Agama, akan mengerti bahwa
filosofi dasar dari semua agama adalah sama, sehingga banyak pihak
yang mengatakan bahwa semua agama pada dasarnya sama,
mengajarkan kebaikan. Yang berbeda hanya ritual dan tata laksananya saja.
Jaman dahulu, ajaran filsafat, baik yang disebut sebagai agama maupun yang tidak, berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu dan mempengaruhi kehidupan masyarakat tersebut. Pengaruh ini selanjutnya akan membentuk berbagai kebiasaan masyarakat tersebut secara tutun temurun, yang kemudian kita kenal sebagai budaya.
mengajarkan kebaikan. Yang berbeda hanya ritual dan tata laksananya saja.
Jaman dahulu, ajaran filsafat, baik yang disebut sebagai agama maupun yang tidak, berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu dan mempengaruhi kehidupan masyarakat tersebut. Pengaruh ini selanjutnya akan membentuk berbagai kebiasaan masyarakat tersebut secara tutun temurun, yang kemudian kita kenal sebagai budaya.
Sejalan dengan
perkembangan alat transportasi & komunikasi, interaksi antara
berbagai kelompok masyarakat menjadi semakin kental. Interaksi ini
membawa konsekwensi percampuran budaya, dan membentuk budaya baru
yang tidak jelas lagi asal usulnya sehingga di klaim sebagai budaya
asli masyarakat tersebut. Imigrasi orang-orang dari daratan Tiongkok
ke berbagai penjuru dunia sejak ratusan / ribuan tahun yll, khususnya
ke wilayah Indonesia sekarang, otomatis membawa budaya yang sarat
dengan ajaran Konghucu. Interaksi yang terjadi antara kaum imigran
ini dengan masyarakat setempat, langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi budaya masyarakat setempat, dan membentuk budaya baru.
Dengan demikian,
klaim bahwa ajaran Konghucu adalah milik orang Tionghoa, menjadi
rancu dan naif. Diakui atau tidak, ajaran filosofi Konghucu, dan juga
ajaran filosofi Kristen yang dibawa orang Belanda ke Indonesia, juga
mempengaruhi kehidupan masyarakat di Indonesia. Sebaliknya, di
daratan Tiongkok sendiri, khususnya sejak masuknya orang Eropah,
kehidupan masyarakatnya juga terpengaruh oleh budaya luar.
Secara umum, karena
ajaran filsafat pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraan umat
manusia, maka banyak ajaran filsafat dari berbagai sumber yang
berbeda, mempunyai banyak persamaan, sehingga tidak jelas lagi apakah
fenomena yang berkembang di suatu wilayah mengikuti ajaran filsafat A
atau B, termasuk juga filsafat yang dikembangkan melalui ajaran agama
yang berasal dari luar wilayah tersebut.
Akibat egoisme yang
berkembang pada masing-masing kelompok, timbul berbagai kerancuan
yang diklaim sebagai kebenaran oleh kelompok tersebut. Misalnya,
ucapan"assalamu'alaikum" dianggap tabu diucapkan oleh
kalangan Kristen, karena dianggap sebagai budaya Islam. Padahal
ucapan tersebut adalah kata dalam bahasa Arab yang artinya kurang
lebih sama dengan salam dalam bahasa Indonesia. Padahal
kalangan
Kristen di wilayah Arab serring menggunakan kata "assalamu'alaikum" untuk menyapa orang lain.
Kristen di wilayah Arab serring menggunakan kata "assalamu'alaikum" untuk menyapa orang lain.
Sebagian kalangan
Kristen di Indonesia belakangan ini sering menggunakan kata "salom"
untuk menunjukkan ke-Kristenannya, padahal artinya sama saja dengan
salam dalam bahasa Ibrani. Kiong-hie, dengan mengepalkan kedua tangan
di depan dada, di klaim oleh sementara pihak sebagai milik orang
Tionghoa non-Krsiten, padahal maknanya adalah penghormatan atau
selamat. Dan masih banyak lagi istilah atau sikap yang dikaitkan
dengan agama tertentu secara salah kaprah.
Konsep Ketuhanan
yang diklaim oleh ajaran monotheisme, sampai saat ini juga masih
kontroversial dan mungkin tidak akan pernah terpecahkan. Pertanyaan
yang nakal yang sering muncul adalah, apakah Tuhan dari agama yang
satu sama dengan Tuhan dari agama yang lain? Apakah Penguasa Langit
atau Dewa Tertinggi dalam ajaran polytheisme sama dengan Tuhan dalam
ajaran monotheisme?
Antara filosofi
dengan agama juga menimbulkan perdebatan yang tidak berakhir. Dilihat
dari sejarahnya, terlepas dari konsep Ketuhanan dalam ajaran
monotheisme, agama-agama monotheisme berkembang dari ajaran filsafat
yang dikembangkan oleh tokohnya masing-masing, yang disebut Nabi.
Ajaran filsafat ini kemudian dirangkum oleh para pengikutnya dalam
sebuah buku yang disebut Kitab Suci.
Dalam ajaran
Konghucu, filosofi ini ditulis sendiri oleh Konghucu dalam sebuah
buku, dan para pengikutnya, pada awalnya tidak menyatakan Konghucu
sebagai Nabi dalam pengertian ajaran monotheisme, dan ajarannya juga
tidak secara explisit dianggap sebagai agama. Belakangan, sebagian
penganut ajaran Konghucu menyatakan bahwa ajaran Konghucu adalah
agama, dan selanjutnya Konghucu disebut sebagai Nabi.2
Selain Kong Hu Cu,
masih ada lagi "agama" lain yaitu Kepercayaan Kepada Tuhan
YME, yang hampir ada di semua wilayah Indonesia. Secara umum aliran
Kepercayaan ini percaya kepada Tuhan, tetapi tidak mengikuti aliran
suatu agama yang diakui pemerintah. Apakah ini akan dibiarkan
mengambang terus sampai sekarang? Diyakini oleh sebagian orang, yang
disebut Islam KTP atau Krsiten KTP, sebagian besar adalah pengikut
aliran Kepercayaan ini.
Berdasarkan fakta
seperti di uraikan di atas, kenapa ada orang yang keberatan kalau
Konghucu diakui sebagai agama di Indonesia? Lebih jauh lagi,
seharusnya pemerintah tidak perlu lagi menetapkan agama resmi dan
tidak resmi, karena mustahil pemerintah dapat melarang atau memaksa
seseorang untuk menganut agama tertentu.
Dipertanyakan pula
sampai dimana manfaatnya pencantuman agama dalam KTP setiap orang?
Jika untuk keperluan statistik, data yang lebih akurat dapat diminta
kepada institusi agama ybs. Biarkanlah agama diselesaikan oleh
pribadi masing-masing individu, dan pemerintah cukup mengawasi saja
agar semuanya berjalan dengan aman dan damai.3
- Dasar Hukum Pengakuan agama Konghucu
Hak Asasi Manusia
adalah hak dasar yang melekat pada manusia sejak lahir yang merupakan
pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada seorangpun, bahkan
negara boleh mencabut atau melanggar hak asasi manusia. Salah satu
hak yang paling mendasar adalah hak seseorang untuk beragama. Setiap
orang bebas memeluk agamanya masing-masing sesuai dengan
kepercayaannya. Hal tersebut bahkan dijamin dalam konstitusi
Indonesia yaitu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 28 E ayat (1) yang
menjelaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk dan beribadat menurut
agamanya”. Jelaslahh sudah hak untuk memeluk agama dan kebebasan
untuk beribadah menjadi hak konstitusional bagi Warga Negara
Indonesia.
Indonesia sebagai
negara yang majemuk dan terdiri dari berbagai macam kultur dan
budaya, sangat menghormati perbedaan. Perbedaan tidak seharusnya
dipandang sebagai pemicu konflik namun harus dipandang sebagai suatu
aset kekayaan budaya. Wilayah Indonesia yang terbentang luas dari
Sabang hingga Merauke dengan kondisi geografis yang beragam dengan
bentuk negara kepulauan, membuat Indonesia kaya akan budaya. Setiap
daerah memiliki budayanya masing-masing. Sama halnya dengan
berkembangnya kepercayaan di Indonesia. Masyarakat Indonesia sejak
zaman dahulu dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Hal ini ditandai
dengan berkembangnya kepercayaan animisme dan dinamisme dalam
masyarakat Indonesia bahkan sebelum berkembangnya agama. Dengan
kultur masyarakat Indonesia yang demikian religius, perlindungan
kebebasan memeluk agama menjadi sangat penting di Indonesia
Perkembangan Hak
Asasi Manusia pasca reformasi tahun 1998 mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Termasuk juga kebebasan untuk beragama. Dalam masa ini
terdapat sebuah momentum yang amat berarti bagi umat Khonghucu di
Indonesia. Sebelum masa reformasi, hanya dikenal lima agama di
Indonesia yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Namun,
saat ini di Indonesia diakui enam agama yaitu: Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu.
Perkembangan etnis
tionghoa yang sebelumnya amat dibatasi di Indonesia setelah masa
reformasi ini menjadi bebas. Berbagai macam kebudayaan dan upacara
adat china pun mulai berkembang di Indonesia. Barong Sai, Naga Liong,
dan kebudayaan china lain yang sebelumnya dikembangkan dengan
diam-diam sudah mulai dapat dipentaskan secara bebas. Bahkan perayaan
Imlek pun mulai diperingati di Indonesia. Hal ini menunjukkan
penerimaan Indonesia atas etnis tionghoa dan agamanya yaitu agama
Khonghucu.
Pengakuan agama
Khonghucu di Indonesia sebenarnya sudah diakui sejak jauh sebelum
masa reformasi di mulai yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1969 yang mengakui adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pengaturan dalam
Undang-Undang ini sama dengan Penetapan Presiden Nomor 1. Pn. Ps.
Tahun 1965 yang mengakui enam agama.
Diskriminasi umat
Konghuchu mulai dirasakan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden
Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat
Cina. Selain itu terbut Instruksi Presiden Nomor 1470/1978 yang
berisi bahwa pemerintah hanya mengakui lima agama yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Artinya bahwa Khonghucu yang
berdasarkan sensus 1976 dianut oleh sejuta orang bukanlah agama yang
diakui oleh pemerintah. Kebijakan tersebut membuat hak-hak sipil
penganut Khonghucu dibatasi. Perayaan keagamaan di gedung dan
fasilitas publik dilarang. Hari raya Imlek tidak dimasukkan dalam
hari besar di Indonesia, Dari segi pendidikan, sekolah di bawah
yayasan Khonghucu tidak boleh mengajarkan pelajaran agama Khonghucu.
Pernikahan di antara umat Khonghucu tidak dicatat oleh Kantor Catatan
Sipil. Instruksi tersebut memang tidak secara eksplisit mencabut
pengakuan atas agama Khonghucu di Indonesia. Namun akibat yang
ditimbulkan antara lain beberapa pelanggaran Hak Asasi Manusia
terhadap umat Konghuchu sebagaimana dituliskan di atas.4
Banyak hak-hak sipil
yang dilanggar melalui Instruksi Presiden ini. Perlakuan
diskriminatif ini diperkuat dengan adanya Surat Edaran(SE) Menteri
Dalam Negeri Nomor 477/740554/B.A.01.2/4683/95 tanggal 18 Nopember
1978 yang pada intinya menyatakan agama yang diakui pemerintah adalah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Diskriminasi bagi umat
Khonghucu tidak berhenti sampai di situ. Sedikitnya ada 50 peraturan
perundang-undangan yang mendiskriminasikan etnis tionghoa yang
kebanyakan menganut agama Khonghucu. Peraturan tersebut contohnya
antara lain: Keputusan Presidium Kabinet Nomor 127 Tahun 1966 tentang
peraturan ganti nama bagi WNI yang menggunakan nama Tionghoa,
Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 285 Tahun 1978
tentang larangan mengimpor, memperdagangkan, dan mengedarkan segala
jenis barang cetakan dalam huruf, aksara, dan bahasa Tionghoa.5
Selain itu hak
kependudukan penganut agama Khonghucu juga dilanggar. Penganut agama
Khonghucu sebelum reformasi tidak bisa membuat Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dengan agama Khonghucu. Mereka boleh meminta KTP asalkan agama
yang tertulis dalam kolom agamanya bukan agama Khonghucu, pemeluk
Khonghucu biasanya memilih Budha atau Kristen dalam KTP
merekaPeraturan lain yang mendiskriminasikan etnis Tionghoa antara
lain seperti Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 77/2535/POUD
tanggal 25 Juli 1990, Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi Jawa Timur No. 683/95 pada 28 November1995 yang pada intinya
menyatakan bahwa agama yang diakui Indonesia adalah Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha.6
Setelah rezim orde
baru berakhir, kebebasan beragama di Indonesia mengalami kemajuan
yang sangat berarti. Presiden Indonesia pada waktu itu K.H.
Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Dur menerbitkan
Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi
Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat
Istiadat Cina. Dalam diktum menimbang, disebutkan bahwa selama ini
pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama,
Kepercayaan, Adat Istiadat Cina dirasa oleh Warga Negara Indonesia
keturunan Cina telah membatasi ruang geraknya dalam menyelenggarakan
kegiatan keagamaan, kepercayaan, Adat Istiadatnya. Selain itu
disebutkan bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan
adat istiadat pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari hak asasi manusia. Dengan adanya Keppres ini, Instruksi Presiden
Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaa, dan Adat Istiadat Cina
dicabut dan penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat
istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana
berlangsung sebelumnya. Keputusan Tersebut berlaku sejak 17 Januari
2000.
Pencabutan Instruksi
Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat
Istiadat Cina mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap
perkembangan kebebasan beragama maupun kebebasan untuk berekspresi.
Perkembangan budaya juga berkembang pesat setelah keluarnya Keppres
pencabutan Instruksi Presiden yang diskriminatif tersebut. Agama
Konghuchu sekarang ini bebas untuk dianut oleh Warga Negara
Indonesia. Banyak kebijakan pemerintah pasca reformasi yang
mengakomodasi kepentingan umat Khonghucu dan etnis Tionghoa. Pada
tahun 2001, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menjadikan tahun baru
Imlek sebagai hari libur fakultatif bagi etnis tionghoa. Kebijakan
tersebut dilanjutkan oleh pengganti Gus Dur Presiden Megawati dengan
menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 2002 tentang Tahun Baru Imlek pada 9 April
2002.
Di Indonesia, umat
Khonghucu berada di bawah naungan Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia (MATAKIN). Selama masa orde baru, organisasi ini mengalami
kondisi yang tidak jelas. Pemerintah tidak pernah membubarkan MATAKIN
yang sudah berdiri sejak tahun 1954. Pada era reformasi MATAKIN
diberi kesempatan oleh Menteri Agama kabinet reformasi untuk
mengadakan Musyawarah Nasional XIII yang bertempat di Asrama Haji
Pondok Gede, Jakarta pada tanggal 22-23 Agustus 1998 yang dihadiri
perwakilan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN), Kebaktian Agama
Khonghucu Indonesia (KAKIN) dan Wadah Umat Agama Khonghucu lainnya
dari berbagai penjuru tanah air Indonesia. Hampir 20 tahun umat
Khonghucu di Indonesia harus hidup dalam tekanan dan pengekangan
sebagai akibat tindakan represif dan diskriminatif terhadap umat
Khonghucu. Hal ini membawa dampak negatif bagi perkembangan
kelembagaan umat Khonghucu.7
Bentuk pengakuan
agama Khonghucu yang lain pasca reformasi adalah dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. PP ini salah satuisinya
mengamanatkan mata pelajaran agama Konghuchu dapat diselenggarakan di
jalur pendidikan formal. Sebenarnya hal tersebut bukanlah suatu hal
yang baru di Indonesia. Sebelumnya pada masa Presiden Soekarno
pendidikan Agama Konghucu pernah diterapkan. Hanya saja, pada masa
Presiden Soeharto menjabat, agama Konghucu kemudian seakan-akan
menghilang karena tidak diakui oleh pemerintah. Adanya Peraturan
Pemerintah ini semakin membuka lebar pengakuan negara Indonesia
terhadap Hak Asasi Manusia. Hak Asasi yang dijamin dalam PP ini
adalah hak untuk mendapatkan pendidikan bagi Warga Negara Indonesia
yang beragama Konghuchu. 8
Upaya penghapusan
diskriminasi terhadap etnis Tionghoa juga tertuang dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai kependudukan. Yang pertama
adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Dalam Pasal 2 dan penjelasan undang-Undang ini didefinisikan bahwa
orang Tionghoa adalah orang Indonesia Asli. Peraturan lain yang
menjamin hak-hak kependudukan bagi etnis Tionghoa adalah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Pendudukan.
Dalam Pasal 106 Undang-Undang tersebut, terdapat usaha untuk mencabut
sejumlah peraturan pencatatan sipil zaman kolonial belanda. Dan
dicatatnya perkawinan agama Konghucu di Kantor Catatan Sipil.
Sebelumnya Kantor Catatan Sipil tidak mau mencatat pernikahan agama
Konghucu.9
Diakuinya keberadaan
etnis tionghoa dan agama Konghucu di Indonesia juga berpengaruh pada
perkembangan kebudayaan di Indonesia. Sekarang ini, bahasa Mandarin
dapat dipelajari secara luas oleh masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini
sering kali bahasa Mandarin digunakan sebagai bahasa bisnis.
Kebudayaan Cina juga sudah mulai secara bebas dipertunjukkan di
Indonesia. Kebudayaa seperti Barong Sai, Naga Liong, Perayaan Cap
Gomeh, perayaan Imlek, saat ini sangat mudah ditemui di Indonesia.
Pengakuan agama Khonghucu dan etnis Tionghoa di Indonesia cukup
menggambarkan bahwa perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia Pasca
reformasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan terutama di
bidang kebebasan beragama dan pengakuan hak-hak sipil bagi kaum
minoritas seperti penganu Khonghucu di Indonesia dibandingkan dengan
pada masa orde baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto.
Masa orde baru
adalah catatan sejarah terburuk bagi perkembangan Hak Asasi Manusia
di Indonesia. Pada masa itu terjadi diskriminasi bagi penganut agama
Khonghucu di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Instruksi
Presiden Nomor 1470/1978 yang pada intinya mengungkapkan bahwa
pemerintah hanya mengakui lima agama yaitu Islam, Kristen, Katolik,
Hindu dan Budha. Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969
yang mengakui adanya enam agama di Indonesia yaitu: Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Pengaturan dalam Undang-Undang
ini sama dengan Penetapan Presiden Nomor 1. Pn. Ps. Tahun 1965 yang
mengakui enam agama. Dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden
tersebut, secara tidak langsung telah menyingkirkan agama Khonghucu
yang pada sensus tahun 1976 penganutnya mencapai jumlah satu juta
orang. Hal tersebut di atas telah membuat beberapa hak asasi dari
penganut agama Khonghucu telah dilanggar. Kebebasan untuk memeluk
agama, beribadah, hak-hak sipil, banyak dilanggar dengan adanya
Instruksi Presiden Nomor 1470/1978. Instruksi Presiden ini seakan
telah menyingkirkan umat Khonghucu.Hal ini masih diikuti beberapa
pengaturan lain yang makin mediskriminasikan umat Khonghucu
Selama lebih dari 20
tahun umat Khonghucu terombang-ambing dengan ketidakpastian.
Akhirnya, pada masa reformasi, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid
mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan
Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan,
dan Adat Istiadat Cina. Dengan adanya Keppres ini, umat Khonghucu
dapat menjalankan segala sesuatu yang berkaitan dengan agamnya tanpa
rasa takut lagi.
Pengakuan Khonghucu
sebagai agama membawa dampak yang amat banyak dalam perkembangan Hak
Asasi Mansia di Indonesia. Tidak hanya berhenti pada pengakuan agama
saja namun juga diperbolehkannya budaya Cina untuk dipelajari dan
dipertunjukkan di Indonesia. Berbagai pengakuan seperti pemberian
hak-hak sipil dan erpolitik, serta ekonomi sosial dan budaya yang
pada masa sebelumnya tidak pernah didapatkan oleh etnis Tionghoa,
mulai didapatkan pada era reformasi ini.
Selama hampir 20
tahun hak-hak masyarakat minoritas agama Khonghucu dan etnis Tionghoa
telah dikebiri. Sekarang ini zaman telah beralih. Demokrasi dan
Pengakuan Hak asasi Manusia menjadi sangat penting dalam perkembangan
negara di dunia. Termasuk juga dengan Indonesia. Berbagai catatan
kelam Hak Asasi Manusia di Indonesia tidak boleh terulang dan
diskriminasi seperti yang terjadi pasa masa orde baru harus
diminimalisir. Hak masyarakat akan Hak Asasi Manusia sudah tidak
dapat ditawar lagi dan harus dipenuhi oleh negara. Harus ada komitmen
yang lebih dari pemerintah untuk menjamin hal tersebut.
Pengakuan agama
Khonghucu di Indonesia saat ini baru berlangsung sekitar sepuluh
tahun. Kemungkinan masih ada kebijakan-kebijakan pemerintah orde
baru, yang dirasa merugikan dan tidak adil bagi kaum minoritas
seperti kaum Khonghucu dan etnis Tionghoa. Peraturan yang demikian
haruslah segera dicabut ataupun direvisi untuk memberikan hak-hak
masyarakat pada umumnya, dan Warga Negara Indonesia pada khususnya.
Daftar
Pustaka
Ihsan,
tanggok. Agama Konghucu di Indonesia. 2005.
Ihsan,
tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Tao.
babyliss pro titanium straightener
BalasHapus› www.titanium-arts- › www.titanium-arts- babyliss ford titanium pro titanium straightener · · snow peak titanium $13.85 titanium trim hair cutter | $16.65. Regular Price titanium fitness $15.85 - $15.85. Sale Price $15.95. Sale Price titanium flat irons $15.95 - $15.95 Sale Price $15.95